Rabu, 25 April 2018

Jangan Gampang Takjub Sama yang Namanya Seks!



Di Indonesia, pembicaraan yang terbuka tentang seks bisa menjadi hal yang serba salah. Ada risiko dicap “nggak bermoral”, “terlalu bebas”, dan “liberal”. Padahal, pengetahuan yang tak cukup soal topik satu ini bisa menjerumuskan banyak anak muda ke kehamilan tak terencana, penyakit menular seksual, serta hal-hal lainnya yang memburamkan masa depan.
Ini membuat Anggita Paramesti, salah satu pembaca Remajazamanow, memutuskan untuk menyuarakan pendapatnya. Lewat artikel ini, ia ingin mengajak kita untuk lebih membuka wawasan tentang seks. Eits… tenang saja, Anggita nggak akan ngebahas tentang hal-hal yang berbau pornografi kok. Dia hanya ingin menyerukan supaya kita nggak “gumunan”, alias gampang kaget atau takjub saat membicarakan seks! Seperti apa sih pendapatnya? Simak aja yuk!
Beberapa hari lalu, teman saya membagi tautan di Facebook. Isi tautan itu memberitakan bahwa sejumlah situs berisi informasi untuk ibu menyusui telah diblokir, sebagai imbas dari peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang pemblokiran internet “bermuatan negatif.” Mungkin gara-gara html situs ini memuat frase ‘breast massage’.
Payudara memang tampaknya sudah mengalami proses peyorasi di negara ini. Kata atau bagian tubuh ini membuat orang terobsesi, menginginkan, lalu melakukan tindak perlindungan diri dengan cara mengutuki mereka yang sepertinya berbeda.

Fenomena ‘jilboobs’ adalah contoh kecil bahwa pengetahuan seks kita mengalami kemunduran

Sekarang, gaya berjilbab seperti ini mendadak serius

Seperti berita jilboobs yang belum lama ini membayangi timeline Facebook saya. Padahal sebenarnya ‘fenomena’ ini juga tidak baru-baru amat. Saya perhatikan, orang-orang juga sudah memakai jilbab dengan cara yang sama sekitar tahun 2005.
Waktu itu, tidak ada yang mencemooh mereka. Namun sekarang gaya berpakaian ini mendadak jadi serius. Ada yang menanggapinya dengan cara agamis (“cara berpakaian seperti ini menghina Islam dan perempuan, bla bla bla”), banyak pula yang melihatnya dengan cara seksual.
Bagi saya sendiri, bukan para pengguna jilbab itu yang menghina perempuan, namun mereka yang menulis artikel dan menyebarkan artikel itulah yang melakukan pelecehan. Foto orang-orang itu disensor mukanya, sehingga hanya bagian dada yang tersisa untuk dilihat.
Identitas mereka tidak penting, mereka hanyalah sekelompok makhluk hidup berpayudara. Saya tidak terkejut, tubuh wanita toh sudah dijadikan objek selama berabad-abad lamanya. Artikel yang beredar di media sosial ini hanya salah satu di antar berbagai bentuk objektifikasi lainnya.

Apakah tubuh wanita memang diciptakan untuk merangsang? Sesederhana itukah?

Sesederhana itukah?

Mengapa payudara wanita atau seksualitas secara umum menjadi hal yang begitu menarik, namun disisi lain dipandang negatif? Karena pandangan negatif terhadap seks ini, televisi tidak hanya melakukan sensor pada belahan dada, namun juga pada patung-patung dan lukisan zaman Renaissance (dalam film-film yang kebetulan berlatarbelakang Eropa)?
Apakah mudah-terangsang memang menjadi bagian dalam diri kita yang tidak akan terpisahkan? Apakah memang tubuh wanita sengaja diciptakan untuk merangsang? Sesederhana itukah?

Kodrat tubuh perempuan bukanlah untuk merangsang, namun konstruksi sosial yang membuatnya demikian

Konstruksi sosial yang merusaknya

Pernahkah kita berpikir bahwa sebenarnya tubuh perempuan itu “biasa-biasa saja”? Pada tahap awal dan paling natural, tubuh perempuan tidak memiliki sifat atau kodrat merangsang. Konstruksi sosial yang telah berabad-abad dibangunlah yang membuatnya demikian. Dan karena konstruksi ini memberikan lebih banyak ruang kepada pria, prialah yang bisa lebih banyak menentukan “kodrat” seperti apa yang hendaknya disematkan dalam diri wanita.
Kita meyakini bahwa seksualitas sudah melekat pada diri kita sejak lahir, bahwa lekuk payudara adalah suatu hal yang secara otomatis akan membuat pria terangsang. Dengan ini, tubuh wanita disamakan dengan objek yang harus disembunyikan. Jika kita pulang malam dan tidak memakai pakaian tertutup, seolah kita pantas dilecehkan.
We’re asking for it! Salah sendiri tidak menutup diri sehingga membuat pria ingin menikmati kita.
Analogi yang salah.
Ada pula yang membuat analogi antara perempuan dengan lolipop. Orang yang membuat komparasi tersebut sudah pasti tidak pernah belajar prinsip perbandingan dalam riset, karena dia berasumsi bahwa wanita dan permen adalah sampling yang sah untuk dibandingkanPadahal ya jelas-jelas wanita itu manusia, dan permen itu barang. Menyamakan wanita dengan barang sama saja dengan menganggap bahwa wanita itu bukan manusia.
Kodrat manusia, baik wanita maupun pria, bukanlah untuk dilecehkan atau melecehkan. Kodrat manusia adalah berjuang!

Selama ini kita menghindari pembicaraan tentang seks karena kita begitu peduli dengan moralitas

ffefefcfev

Dulu saat kuliah, saya pernah diajarkan pemikiran Michel Foucault. Terkait kehebohan yang ditunjukkan orang-orang pada payudara dan isu seks, Foucault memiliki penjelasan yang sederhana:

We only desire something that we can’t have.

Penjelasan ini membuat saya merasa kasihan dengan mereka yang gampang terpana dengan foto payudara. Jangan-jangan, mereka adalah orang-orang yang sangat menginginkan seks namun tidak bisa mendapatkannya. Duh, santai aja kali Mas!
Orang-orang juga mungkin masih takjub dan terheran-heran dengan isu seks. Karena selama ini seks ditempatkan di ruang tabu, yang tidak boleh dibicarakan secara terbuka. Seks hanya disebutkan melalui satu kalimat pada saat penyuluhan HIV/AIDS.
“Hindari seks bebas!”, tanpa mengetahui definisi “seks bebas” yang sebenarnya, tanpa mendapat klarifikasi bahwa berhubungan seks dengan pasangan sah secara hukum dan agama yang terkena AIDS pun bisa menyebabkan kita terjangkit virus tersebut.
Kita menghindari pembicaraan tentang seks karena kita begitu peduli pada “moralitas”. Kita ingin mencetak orang-orang yang bermoral dengan cara menyembunyikan seks dari pembicaraan yang sifatnya konstruktif dan mendidik. Padahal, membuat seks jadi hal asing yang mengagetkan justru bisa menjerumuskan kita.

Bukalah pikiranmu, dan jangan gampang takjub dengan yang namanya seks..

Ojo nggumun karo seks

Pepatah Jawa “Ojo dadi wong gumunan” mungkin juga bisa kita terapkan pada seks. Kita lahir dari proses seksual, kita memiliki ketertarikan pada seksualitas, dan akan melakukan hubungan seks. Kita pernah meminum susu dari payudara ibu. Payudara adalah bagian dari tubuh yang melekat pada tubuh wanita dan juga pria. Kalau mau jujur, seks sebenarnya adalah hal yang tak terpisahkan dari kita.
Hal lain yang tidak kalah penting, kita harus belajar menghormati orang lain dan keputusan yang mereka ambil atas tubuh mereka. Tidak seorangpun yang boleh dilanggar haknya atas tubuh mereka sendiri. Ditindik atau tidak ditindik, berambut panjang atau pendek, berjilbab atau tidak, semua manusia pantas dan harus mendapatkan penghargaan. Tak lain dan tak bukan, karena mereka manusia.

0 komentar:

Posting Komentar